Rabu, 25 Februari 2015

Cadas Puncak Timur Gn. Agung (Bagian 1)

"Merasa hebat? Jangan pernah kawan,
Bukankah sudah pernah dikatakan sebelumnya? 
Kita hanya orang-orang yang beruntung masih diberikan kesempatan
untuk menginjakkan kaki di puncak-puncak gunung-Nya
Tidak lebih...
Tidak lebih..."

Gn. Agung via Kedampal 2900mdpl
14 - 15 Februari 2015 (bagian 1)

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Tanjakan akhir puncak timur Gn. Agung 2900mdpl
Disclaimer :
Tulisan ini hanya sebuah catatan perjalanan sesuai tanggal yang tercantum. Bukan sebagai acuan mutlak pendakian. Jalur ini tidak dibuka dan direkomendasikan untuk umum, karena tidak ada/belum ditemukan sumber air, tidak ada pengaman jalur, tidak ada petunjuk arah, jalur yang rentan cuaca ekstrim, ditambah trek pendakian yang berupa jalur air di musim hujan dan rawan kebakaran di musim kemarau.
Silahkan melihat referensi lain pada link berikut :
http://magic-muse.blogspot.com/2015/01/catatan-perjalanan-mendaki-gunung-agung.html



Prolog
Berawal dari keinginan untuk mencari aplikasi android lain untuk survey, secara tidak sengaja saya menemukan peta yang berisi jalur timur Gn. Agung. Jika sebelumnya saya sudah pernah melewati jalur barat daya (Besakih) dan Selatan (Pura Pasar Agung), begitu melihat jalur ini saya merasa sangat antusias dan ingin mencobanya, walaupun cuaca sangat tidak bersahabat akhir-akhir ini.
Ubek-ubek sedikit di berbagai situs, saya menemukan data track log jalur ini dari seorang bule yang bernama Thomas Ulrich. Setelah menganalisa jalur dari track log tersebut, akhirnya kami (saya, Eko Hariyanto, dan Mas EkoSangalam) memutuskan berangkat mengikuti jalur ini pada tanggal 14-15 Februari 2015.

14 Feb 2015
Chapter 1 - Langit Gelap Menaungi Bumi Bali
07.00 WITA - Rumah
Pagi itu masih disibukkan dengan packing perlengkapan, sementara awan hitam semakin tebal di atas kota Denpasar. Koordinasi melalui WA terus berlangsung mulai sehari yang lalu. Sambil menunggu pukul 09.00 WITA, saya mengecek ulang perlengkapan yang harus dibawa. Perlahan hujan mulai turun membasahi bumi Bali.

09.00 WITA - Meeting point (SPBU Sanur)
Hujan yang tidak bisa diremehkan memaksa saya harus menggunakan sandal dan motor bebek untuk mencapai start pendakian. Setelah sejenak menunggu 2 orang teman di SPBU Renon, kami bergegas menuju kota Karangasem yang berjarak ±80km ditemani hujan yang masih setia menemani.

11.30 WITA - Kota Karangasem
Kami sempatkan mampir ke sebuah minimarket untuk membeli logistik dan kebutuhan lainnya yang kurang. Agak kurang sreg juga sih harus belanja di minimarket, karena secara tak sadar kita ikut membunuh usaha kecil menengah masyarakat sekitar sini.
Dilanjutkan dengan ishoma & packing ulang untuk mempercepat pergerakan pendakian, dengan sigap kami bergerak menuju daerah Kedampal. Alhamdulillah, hujan mulai reda dan cuaca mulai bersahabat.

Chapter 2 - Jejak Hitam Sang Kemarau
15.00 WITA - Kedampal (Start Point 1000 mdpl)
Melewati jalan aspal yang naik turun, kita tiba di sebuah jalan beton sepanjang ±1km. Ya, jalan beton menuju start point pendakian jalur timur Gn. Agung ini baru selesai tahun lalu.
Seminggu sebelum hari H, saya menyempatkan diri untuk mensurvey start point, akses masuk, kondisi warga sekitar, jalur pendakian dan keamanan tempat parkir kendaraan. Dari hasil survey tersebut, saya bisa simpulkan besar kemungkinan jalur ini masih jarang dijamah manusia tetapi masih ada kemungkinan untuk dilewati. Walaupun ada sedikit poin-poin yang agak meragukan.
Sesampainya di start point, kami meletakkan motor di penghujung jalan beton. Agak sulit memarkirkan motor disini, karena sebagian tanahnya ada jalur air. Saking jarangnya orang yang lewat jalur ini, sampai-sampai kami diajak foto bareng oleh anak-anak lokal yang sengaja mendatangi, karena mengira kami dari kru acara My Trip My Adventure. Sempat saya menyeletuk bahwa kami memang kru My Trip My Adventure, tetapi bukan dari TransTV melainkan TransTipu, hehehe...
Eko Hariyanto dari Tim TransTipu

15.30 WITA - Pintu Hutan (1100 mdpl)
Ladang-ladang penduduk di kanan dan kiri jalur terlihat sepi, tidak aktivitas penduduk. Rata-rata mereka menanam bawang, kacang dan sejenisnya, walaupun di beberapa titik terdapat pohon mete. Disebuah tanah datar tampak sampah gelas air mineral berserakan. Mungkin sampah dari peziarah pura, karena kata penduduk sini terdapat sebuah pura diatas.
awal trek pendakian
Kami sempatkan bertanya kepada seorang ibu di ladang mengenai arah trek pendakian. Agak sedikit bingung mendengar penjelasannya, kami melanjutkan perjalanan berbekal track log jalur di GPS.
Sempat turun hujan sebentar yang memaksa kami menggunakan raincoat. Sesaat kemudian, kami sudah berada di hutan yang hampir 80% vegetasinya musnah akibat kebakaran di musim kemarau tahun lalu.
Beritanya dapat dilihat disini :
http://balipost.com/read/headline/2014/11/02/24646/belasan-hektar-hutan-lindung-di-gunung-agung-terbakar.html
hutan yang kering akibat kebakaran
Karena sempat mengambil jalur yang salah, kami terpaksa memotong kompas untuk mencapai punggungan sebelah dengan trek pendakian yang benar. Semakin ke dalam hutan semakin terlihat betapa parahnya kebakaran hutan setahun silam. Sedikit saja menyentuh salah satu bagian pepohonan disini, maka tangan akan langsung menjadi  kotor akibat arang.
potong kompas, hajar semak
16.30 WITA - 12 bukit penyiksaan (1450 mdpl )
Setelah keluar dari hutan mati, trek pendakian mulai berubah menjadi padang savanna terbuka. Seperti melewati 7 bukit penyiksaan Gn. Rinjani via Sembalun, yang setelah kami hitung sepulangnya terdapat total 12 bukit di jalur ini. Angin sepoi-sepoi membuat perjalanan terasa nyaman, entah bagaimana rasanya bila datang hujan deras atau panas menyengat.
12 bukit penyiksaan dimulai
Hari semakin gelap, menjelang pukul 20.00 WITA, kami memutuskan untuk membuat camp di ketinggian ±1800mdpl. Berdasarkan peta topografi dan track log perjalanan, tidak ada tempat yang benar-benar datar di jalur ini kecuali nanti di ketinggian ±2700mdpl.

22.00 WITA - Campsite (1800 mdpl)
Ishoma dan review perjalanan hari ini selesai dilakukan, kami mencoba untuk tidur. Namun, mata tidak bisa terpejam sempurna karena setiap 2 jam sekali kami harus mengecek posisi kami dan tenda. Inner tenda sudah merosot jauh ke bawah, resiko membuat camp di tempat yang tidak rata. Apa boleh buat kami akhirnya cuma bisa tidur-tidur ayam sampai dini hari. Alhamdulillah cuaca masih bersahabat, sesekali terlihat bintang bertaburan di angkasa, sesekali angin kencang mendera, dan sesekali hujan rintik-rintik menyapa.

15 Feb 2015
Chapter 3 - Labirin Edelweiss
03.00 WITA -  Campsite (1800mdpl)
Persiapan melanjutkan perjalanan. Sarapan dan packing ulang dengan membawa perlengkapan seperlunya. Benar-benar sepi, gunung seperti milik kami bertiga, tidak ada satupun pendaki lain atau bahkan binatang hutan kecuali bangsa aves yang terlihat disini. Istirahat sebentar, sholat, kemudian lanjut lagi berjalan.
Sunrise di belakang Gn. Seraya
jamur merah di tepi jalur

entah ini bukit ke berapa

08.00 WITA - Ujung bukit penyiksaan (2500mdpl)
Sinar mentari menembus  pekatnya awan

Setiba di penghujung 12 bukit penyiksaan, kami sedikit bingung. Jalur yang tempuh melenceng ±70m dari track log sang bule, terpisahkan jurang menganga sedalam ±50m. Saya mencoba melanjutkan jalur karena masih terlihat samar-samar jejak sampah pendaki sebelumnya. Alhamdulillah kami menemukan jalannya. Sebuah tebing yang sudah terkotori vandalisme menjadi acuan jalur.

Tebing vandalis
Melipir tebing
08.30 WITA - Labirin Edelweiss
Dari tebing vandalis vegetasi mulai berganti, yang sebelumnya didominasi oleh ilalang, pinus, beberapa jenis pakis, menjadi cemara, cantigi, edelweiss dan kaliandra. Dan baru kali ini saya melihat cantigi di Gunung Agung.
Mana jalurnya?

hayoo, mau kemana?
Jalur curam hampir 70º licin dan tidak jelasnya trek pendakian menyulitkan kami untuk mencapai titik datar 2700mdpl. Untung saja kami memutuskan tidak jadi membuat camp diatas sana, entah bagaimana jadinya kalau kami memaksakannya. Jalur yang sudah ditumbuhi lumut semakin membuat bingung menentukan jalur yang benar. Kembali mengandalkan jejak sampah yang samar-samar kami akhirnya sampai di titik 2700mdpl.
ladang edelweiss
09.30 WITA - Kori Kedampal (2700mdpl)
Hamparan igir-igir gunung yang cukup luas berada di depan kami. Kami sebut saja tempat dengan nama Kori Kedampal. Alasannya, jika jalur sebelah barat (Besakih) bernama Kori Agung (2700mdpl), jadi untuk tempat ini adalah Kori Kedampal, sebagai rasa hormat kepada pemilik jalur ini. Tempat ini cukup luas sebagai camping site, namun sedikit sekali tempat yang terlindung angin. Agak berbahaya bila ngecamp di lokasi ini dalam cuaca buruk
Puncaknya sudah terlihat jelas

pemandangan sebelah selatan

Pemandangan di sebelah timur
10.30 WITA - Igir-igir Kori Kedampal
Kita berada di penghujung kori kedampal. Puncak timur sudah semakin dekat, namun disini pemandangan mulai mendebarkan. Jurang di sebelah kanan kiri jalur, ditambah angin kencang yang kadang menghantam tubuh semakin membuat kita harus berhati-hati melangkah.
itu puncaknya
Jurang sebelah selatan
Dari ujung kori kedampal, kita harus sedikit rockclimbing untuk turun dari tebing setinggi ±5m. Kemudian melanjutkan lagi melewati igir-igir sampai di 200mdpl sebelum puncak.
Pose dulu sebelum turun
Tanjakan sebelum puncak ditandai dengan batu single besar yang unik. Pemandangan disini yang sangat mirip dengan daerah tugu yudha di Gn. Kerinci. Khawatir kabut tebal dan cuaca buruk yang mengakibatkan disorientasi, saya membidik batu besar tersebut dengan sebagai acuan untuk kembali ke igir-igir. 
Batu besar yang jones, yang difoto juga (sudah ga) jones
batu besar di belakang sebagai acuan titik azimuh
Angin mulai bertiup kencang, hingga membuat saya terkadang harus sedikit membungkuk sambil berjalan. Tanah yang sedikit labil bila diinjak dan kerikil-kerikil tajam cukup menyulitkan langkah.
naik-naik ke puncak gunung, cape-cape sekali...
Jika kematian adalah suatu keniscayaan,
Bekal seperti apa yang sudah kita persiapkan?
Apakah sudah selengkap bekal pendakian?
Sebuah renungan, untukku dan kalian kawan...

11.15 WITA - Puncak Timur Gn. Agung (2900mdpl)
Beberapa menit kemudian, kami sampai di puncak timur Gn. Agung. Pemandangan yang berbeda jika dibandingkan dengan jalur Besakih maupun Pasar Agung. Di puncak yang cukup luas ini (dibandingkan puncak Besakih atau Pasar Agung) ada sebuah pohon kaliandra mini, beberapa bekas sesajen, dan uang bolong untuk sembahyang umat Hindu banyak berserakan.
Sembari mengamati sekitar untuk mencari apakah ada jalan untuk mencapai puncak utara yang ternyata nihil, kami mendokumentasikan pemandangan di puncak.

tampak puncak tertinggi Gn. Agung (besakih)

tampak puncak pasar agung

kaliandra mini di puncak

pose dulu bro...
hai teman-teman, kapan kita jalan bareng lagi?
slayer Admin IM
Bersambung ke bagian 2
Chapter 4 - Team, Fallback!!

4 komentar:

  1. nice,tp ada foto yg judulnya gak seharusnya -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, nanti klo udah ga jones baru diedit lagi

      Hapus
  2. Bro mau tanya klo lewat jalur kedampal start point nya desa apa ya
    Ada nomer whatsapp gak mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Desa Datah namanya mas,
      Utk start pendakian sendiri, info terakhir sudah sangat jelas, karena ada tempat registrasinya

      Hapus