Sabtu, 31 Januari 2015

A Little Piece of Heaven (Ini Bukan tentang Travelling)

"Perlahan topeng kapitalisme tidak hanya menutupi wajah tapi juga hati para pembesar negeri ini..."

UJUNG ASPAL PULAU SERANGAN

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم 
Sebagian kecil hasil reklamasi Pulau Serangan

Pulau Serangan. Sore itu matahari masih terasa terik menyinari aku dan temanku. Berdua kita menyusuri jalan berbatu hasil kreasi dari reklamasi. Bukan jalan-jalan, bukan pula menghilangkan penat, hanya menyelesaikan amanah yang akan berlangsung pekan ini.
Ya, aku tahu dan sedikitnya mengerti. Pulau ini jelas bertambah luas jika dibandingkan saat aku mengelilinginya di jaman SMA. Disebelah barat sana, terlihat gundukan pasir yang menghalangi keindahan laut. Revitalisasi teluk benoa untuk mengembalikan fungsi dari hutan mangrove kata "mereka". Huh, konyol!! bagiku slogan itu tak lebih hanya bualan para pemilik modal untuk melanggengkan "kuku tajam" mereka di Pulau kecil cantik yang semakin rapuh ini. Sedikit heran juga, di Bali penolakan terhadap proyek ini begitu bertubi-tubi, tapi seakan hilang tanpa asap bagai lenyap di telan bumi dari liputan media nasional.
Ini adalah bagian terdekat dengan mesin pengeruk pasir
Beberapa orang terlihat asyik dengan kegiatan memancing mereka, ada juga yang sekedar piknik (terlihat begitu), di ujung pulau yang berhadapan langsung dengan tanjung Benoa, tampak mesin pengeruk pasir laut yang nonaktif. Awalnya tidak ada yang spesial di permulaan perjalanan. Namun, ketika kami akan kembali, terlihat sesosok burung anggun yang terbang dari ujung pohon yang satu ke ujung pohon lainnya. Awalnya kukira seekor bangau biasa, lagipula, aku bukan seorang yang terlalu antusias tentang birdwatcher, jadi, kami tidak sempat mendokumentasikannya.

Di dekat pura ini, kami melihatnya
Namun, karena penasaran, aku sedikit memperhatikan burung tersebut. "Bangau dengan leher kuning" itu sesampainya di rumah aku cari di internet. Dan ternyata, oalah... itu adalah kuntul kerbau (bubulcus ibis) dan termasuk binatang yang dilindungi. 
Sayang sekali, beberapa saat lagi habitatnya akan rusak oleh dampak proyek reklamasi dan generasi mendatang mungkin tidak mudah menemukan satwa ini. Semoga reklamasi teluk Benoa dibatalkan.
Ah, aku teringat lirik lagu bang Iwan Fals yang satu ini
"sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota...

terlihat murung wajah pribumi...
terdengar langkah hewan bernyanyi..."










Tidak ada komentar:

Posting Komentar