Rabu, 30 Oktober 2013

Hangat Kecupan Mentari Pagi di Puncak Anjani Part I

"Bermimpilah, dan wujudkanlah , jangan biarkan mimpi itu menjadi asa yang hilang ditelan masa"

Hangat Kecupan Mentari Pagi di Puncak Anjani
Gn. Rinjani, Lombok, NTB, Indonesia (Part I)

19 - 22 Oktober 2013

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Puncak Anjani
Prologue - The Day before Trip

Berawal dari pendakian Gn. Agung tanggal 17 Agustus 2009, di saat berada di puncak dan melihat matahari terbit dengan indahnya, termenung sejenak melihat siluet gunung nan cantik di sebelah timur sana.
Dalam hati ini berkata dan bertekad, "Alangkah cantiknya gunung itu, Aku harus kesana!"
Oleh karena kesibukan perkuliahan, organisasi dan pekerjaan, akhirnya mimpi tersebut harus dikuburkan sejenak. Ditambah lagi teman-teman yang biasa diajak nanjak, lebih dahulu kesana di saat yang benar-benar tidak tepat menurut saya (Idul Fitri)
Oktober 2013, keinginan itu menjadi sangat kuat dan tidak terbendung lagi, akhirnya saya putuskan untuk melakukan pendakian ke Gn. Rinjani tanggal 19 - 22 Oktober 2013. Awalnya, ada 4 orang yang akan ikut termasuk saya, tapi pada saat H-3, tiba-tiba Mirza & Eko membatalkan ikut dengan alasan pekerjaan.
Ditambah 1 orang lagi yaitu Agus yang galau karena 2 teman tadi batal ikut. Saya pun tetap bersikeras akan tetap berangkat walaupun harus mendaki sendirian. Alhasil, Agus pun tetap ikut perjalanan ini, sekilas info Agus ini cuma pernah mendaki Gn. Batur aja sebelumnya tapi tetap nekat mau ikut naik Gn. Rinjani (U're Awesome bro!)
Setelah mencari info, bisik-bisik yang ga jelas gunanya atau tidak dari teman-teman yang sudah pernah kesana, pinjam perlengkapan sana-sini, akhirnya kami pun siap untuk melakukan perjalanan ini.
Chapter 1 - Dua Pendaki Penuh Nyali Minim Informasi
18 Oktober 2013
20.00 WITA - Rumah Mirza
Briefing sebentar untuk sekedar sharing dan mencari informasi yang berguna sekalian minjem tenda dan teflon masak. But wait, Mirza lupa tempat naruh pasak+tali dan penutup atap tenda. Oh my god, awal yang tidak bagus sodara-sodara...
Akhirnya kita bawa juga itu tenda, walaupun tanpa penutup atap dan pasak, karena sudah tidak ada waktu lagi untuk minjem tenda Mas Eko.

22.00 WITA - Meluncur ke PadangBai
Dengan menggunakan sang kuda besi CB150R, kami dengan sedikit santai (rata-rata 80km/jam) menuju pelabuhan PadangBai. Melewati Jl. By Pass Ida Bagus Mantra dari kota Denpasar yang padat hingga terlihat lengang saat mendekati Kab. KarangAsem.

23.30 WITA - Padang Bai
Masuk ke area pelabuhan. Sedikit tanya-tanya dengan petugas untuk keberangkatan kapal menuju Lembar, kita akhirnya bisa masuk kapal yang akan berangkat pukul 24.00 WITA.
Dengan membayar tiket penyeberangan sebesar Rp112.000/motor, kita berhenti sejenak untuk membeli cemilan & air. Kita segera masuk kapal, setelah ada beberapa motor yang mendahului masuk kapal juga.
Kapal dari PadangBai-Lembar ini lebih besar & bagus dibandingkan dengan Kapal Gilimanuk-Ketapang, bahkan bisa buat selonjoran kaki di kursi-kursi penumpangnya, apa mungkin waktu itu lagi sepi ya.
5 jam lamanya penyeberangan ini, kita pun tertidur saat turun hujan di keheningan malam Selat Lombok.

19 Oktober 2013
05.00 WITA - Lembar
Finally, kita berada di Lombok untuk pertama kalinya. Sepakat kita mencari masjid di dekat pelabuhan dulu untuk sholat subuh & sekedar cuci muka. Pagi yang cerah kala itu.

Situasi di Pelabuhan Lembar kala pagi hari

Memandang terbitnya matahari di atas kuda besi

Dengan mengecek posisi di GPS, dan melihat tanda-tanda arah, kita bergerak menuju daerah Cakra untuk membeli logistik, sarapan, & BBM. Sekalian untuk mencari info tempat penitipan motor di Sembalun. Alhamdulillah, kontaknya kami dapatkan atas bantuan saudaranya teman yang berprofesi sebagai guide di Rinjani.

07.00 WITA - Cakranegara, Mataram, Lombok
Setelah sebelumnya mengisi BBM, memenuhi panggilan alam, dan mencari info lewat teman saat di SPBU menuju Cakra, kita menemukan titik cerah. Kita mendapatkan seorang warga lokal yang merangkap sebagai porter yang bersedia untuk memberikan tempat parkir bagi kami, Amak Sutik namanya. Alhamdulillah, perjalanan ini begitu dimudahkan oleh Allah.
Kita berhenti di sebuah indomaret, dan membeli logistik yang diperlukan untuk perjalanan 4H3M ini. Setelah itu, kita repacking ulang agar saat perjalanan nanti tidak repot mengeluarkan-memasukkan peralatan.


Eiger Wanderlust 35L yang overload :D
Sam Suga dengan carrier 80L nya
Setelah semua beres, kita segera mencari sarapan dekat situ. Ternyata harga makanan di Mataram tidak jauh berbeda dengan Denpasar :mewek. Seporsi lontong sayur + es teh harus ditebus dengan harga Rp15.000.
Matahari mulai beranjak naik, kita segera pergi menuju target pertama yaitu Aikmel.

10.00 WITA - Aikmel
Sepanjang perjalanan menuju Aikmel, di Jalan Raya Mas Bagik tepatnya, kita banyak jumpai kecelakan sepeda motor. Sepertinya cara mengendarai motor orang-orang lokal disini agak extreme.
Dengan keadaan cuaca yang cukup terik, kita sempat melewatkan pertigaan jalan menuju Sembalun di dekat pasar Aikmel.

11.00 WITA - Sembalun Pass
Jalur ini hampir mirip dengan jalur menuju Paltuding. Jalur menanjak yang curam hampir membuat kami terjatuh dari motor, karena saat melewati tanjakan terakhir motor sedikit terangkat disebabkan beban keril yang berada di belakang. Alhamdulillah, ada sebuah rombongan keluarga bermobil yang menawarkan bantuan untuk membawakan keril kami sampai di RTC.


12.00 WITA - Sembalun
Dengan informasi tentang tempat penitipan motor yang aman, kami segera menuju rumah Amak Tuti, pemilik rumah sekaligus orang yang bekerja sebagai porter Rinjani.
Setelah bincang-bincang sebentar, kami melanjutkan makan siang & sholat. Kami membayar biaya penitipan Rp50.000 untuk motor (bayar lebih sedikit gapapa asal aman, hehe) ditambah biaya registrasi masuk TNGR sejumlah RP20.000/orang. Selesai repacking, kami siap untuk menuju pintu masuk jalur pendakian.

Desa Sembalun
15.00 WITA - Sembalun to Pos 1
Ternyata kami ditunjukkan jalur porter, bukan jalur umum pendakian (jalur umum pendakian sebelah RTC). Sempat tersesat beberapa kali masuk ke ladang warga, akhirnya kami menemukan jalur yang benar. Jalur ini lebih cepat dari jalur RTC (2jam untuk sampai ke Pos 1, sedangkan jalur RTC 3jam). Sebenarnya jalur cukup mudah, hanya tinggal mengikuti jalan lurus menuju kaki gunung, jangan terpengaruh pada persimpangan ke kanan dan kiri.
Pintu Masuk Jalur Porter
Terdapat tower provider seluler di sebelah kanan jalan setelah melewati jembatan kayu. Sinyal telepon seluler sangat bagus bahkan sampai di puncaknya, hehe. Setelah melewati jembatan kayu, kita disuguhi sabana dan hutan tropis secara selang-seling. Di jalur ini terdapat sumber air, tapi tidak besar, mungkin karena musim kemarau yah...
Ngambil air di mata air

Melewati jembatan kayu
Terjadi kejadian yang sangat tidak disangka di jalur ini, saya bertemu dengan babon sebesar tubuh saya, padahal berdasarkan informasi disini tidak ada babon. Untungnya babon tersebut segera lari masuk ke dalam hutan setelah Agus menyusul beberapa saat kemudian (fiuuhh...).
Kami pun sampai dipertemuan jalur RTC dan jalur porter, akhirnya kita tiba di pos 1 saat matahari mulai tenggelam.

Menuju Pos 1
17.00 WITA - Pos 1
Pos 1 Sembalun adalah sebuah bangunan dari baja anti karat berukuran sekitar 2,5x2,5m, lengkap dengan atapnya. Tampak lengang sekali, mungkin karena kami terlalu sore sampai disini. Sempat bertemu dengan para porter yang baru turun, untuk sekedar bertanya keadaan di pos 2. Ternyata pos 2 sepi, tidak ada yang ngecamp disana.
Walaupun di pos 2 ada sumber air, kami memilih untuk ngecamp disini saja. Setelah sholat, kami makan malam dan tidur menyiapkan tenaga untuk besok. Sempat kami mendengar bincang-bincang porter yang kebetulan istirahat di pos ini dari dalam tenda. Suara angin kencang dan gonggongan anjing, setia menemani tidur kami yang setengah pulas.

Chapter 2 - "Yang Baju Merah Jangan Sampai Lepas..."
20 Oktober 2013
05.00 WITA - Pos 1 menuju Pos 2
Fajar pagi menjelang, udara cerah bahkan cukup terik. Setelah sholat dan repacking. Kami bergegas menuju Pos 2.
Melewati sabana kering akibat kebakaran
07.00 WITA - Pos 2 menuju Pos 3
Tepat 1 jam kami berjalan dari pos 1, kami tiba di pos 2 Tengean. Sempat terheran saat ada 2 porter yang membawa kayu dan besi untuk membuat shelter di Segara anak kata mereka.
Kami tidak mengambil air disini karena airnya tidak jernih dan kami masih mempunyai persediaan air yang cukup.
Pos 2
Wow bapak keren !!
08.15 WITA - Pos 2 Menuju Pos 3
Perjalanan menuju pos 3 masih didominasi oleh sabana kering, tampak sebagian ada yang terbakar akibat udara yang sangat panas maupun kecerobohan manusia. Sebelum tiba di pos 3, terdapat pos 3 extra yang terletak di dekat sungai kering. Disini kita berhenti sejenak untuk membuat kopi dan sereal. Terlihat lalu lalang wisatawan domestik maupun mancanegara yang turun menuju desa Sembalun. Sempat mengobrol dengan beberapa bule lewat yang saya kira orang Indonesia :D (wajahnya Indonesia banget, ternyata dari Singapura :hammer)
Masih jauh...

Pos 3 Extra
Setelah cukup nyemil-nyemilnya, kita lanjut menuju pos 3 yang berjarak sekitar 15 menit dari situ.

11.00 WITA - Bukit Penyiksaan
Saat pos 3 terlewati, kita bertemu tanjakan yang buat nafas sengal-sengal. Jalur legenda 7 Bukit Penyiksaan. Kenapa dinamakan begitu, karena memang rasanya tersiksa bro. Apalagi kalau kalian bawa kulkas 2 pintu :D. Tak banyak yang bisa dilakukan kecuali terus berjalan dan berjalan.
Ini baru permulaan lho...
Di bukit keempat terdapat pos sementara yang kelihatannya masih belum rampung. Istirahat sebentar disini, sambil menikmati jajanan.
Tak berapa lama muncullah sepasang suami istri muda yang sepertinya sebaya dengan kita berikut dengan porternya. Mereka sangat baik, sempat menawarkan makanannya pada kita, tapi mungkin gara-gara saya bersenandung "Nyanyian Kode" (saya tidak sadar waktu itu istrinya berbaju merah). Akhirnya mereka cepat-cepat hengkang dari sana. Saya baru sadar setelah mereka jauh dan Agus bilang kalau istrinya itu berbaju merah. Maaf ya mas dan mbak, saya khilaf. Batal deh nyemil-nyemil pisang gorengnya.
Hahaha.... kekonyolan tiada tara... "Yang baju merah jangan sampai lepas...."

Dia mulai lelah...

"yang baju merah jangan sampai lepas..."

Masih berkutat penuh peluh di bukit penyiksaan, kami bertemu dengan Tim Ekspedisi Halilintar dari Indonesia Green Ranger. Benar-benar dengkul monster mereka ini, 20 Gunung dalam waktu 24 Hari, dan mereka telah menapaki 18 Gunung dalam waktu 20 Hari, dan Rinjani adalah Gunung ke 19.
Sementara mereka dengan gesitnya menapaki bukit ini, kita masih sibuk mengatur nafas.
Antara istirahat atau menyesal?

Seperti ini terus sampai kapan?

Kabut mulai menutup jalur

04.00 WITA - Plawangan Sembalun
Waktu menunjukkan hampir jam 4 sore saat kami tiba di plawangan sembalun. Takjub dengan pesona indahnya Segara Anak kala kabut yang menyelimutinya terbuka.
 "Robbana maa kholaqta hadzaa baathilaa, Subhanaka faqinaa 'adzaabannaar"

Salah satu anggota tim ekspedisi Halilintar
Puncak Rinjani dari Pelawangan Sembalun
Saia indak dihajak :mewek
Pemandangan yang indah namun sampah berserakan
Tanjakan menuju Puncak tuh

Cukup menikmati pemandangan Segara Anak, kita bergegas mencari tempat untuk mendirikan tenda. Tampak sudah ramai sekali plawangan sembalun dengan tenda-tenda pendaki lokal dan luar negeri.
Kami mencari tempat yang terlindung dari terpaan angin dan dekat dengan sumber air. Karena Mirza lupa membawakan pasak untuk tenda, kami pun memunguti sisa-sisa pasak yang digunakan para porter.
Selesai mengerjakan sholat, saya menuju sumber air dan Agus mempersiapkan makanan untuk makan malam.
Letak sumber air di plawangan sembalun tidak terlalu jauh, sekitar 20menit pergi-pulang. Di dekat sumber air terdapat toilet namun tidak terawat. Air disini sangat jernih dan segar.
Saat sampai di tenda, ada masalah baru, korek gas kami tidak mau menyala. Untunglah ada pendaki sebelah tenda kami yang berbaik hati memberikan korek gasnya. Eh, ternyata pendaki sebelah salah satunya adalah istri dari Idhat Lubis pendiri Indonesia Green Ranger yang merencanakan ekspedisi Halilintar ini. Sayang ga sempat foto dengan beliau, hiks...
Malam pun menjelang, setelah sholat, kita segera tidur mempersiapkan fisik untuk Summit Attack. Walaupun kelihatannya Agus agak ragu untuk ikut muncak.

Bersambung ke Part II  "Summit Attack"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar