Selasa, 24 September 2013

Petualangan ke Kawah Ijen

Heavens in Hells
Ijen Crater - Banyuwangi

7-8 September 2013

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Kawah Ijen (Gunung Ijen) dengan ketinggian 2386mdpl terletak di Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur (8°3.465'S, 114°14.252'E). Kawasan Ijen termasuk dalam gugusan Pegunungan Ijen, dan termasuk dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo.
Wisata ini pernah dipublikasikan dan terkenal Sampai Negara Perancis melalui Tayangan Ushuwaia Adventure yang memperlihatkan Nicolai Hulot sang penjelajah.
Keunikan yang utama dari wisata Kawah Ijen selain dari pada panoramanya yang sangat indah adalah melihat penambangan belerang tradisional yang diangkut dengan cara dipikul tenaga manusia. Penambangan tradisional ini konon hanya terdapat di Indonesia saja (Welirang dan Ijen). Beban yang diangkut masing-masing per orangnya sampai seberat 85kg.



Berawal dari mendengar cerita-cerita teman yang sudah pernah ke kawah Ijen, akhirnya rasa penasaran itu tetap muncul walaupun berkali-kali rencana tertunda. Awalnya saya berencana kesana sebelum bulan Romadhon, tetapi ada daya terus tertunda akibat jadwal kantor dan kuliah yang padat, ditambah harus mengantar teman-teman ke Gn. Agung kemarin, padahal teman-teman SMA ngajakin 17 Agustus-an ke Ijen (hehe... sok sibuk banget yah).
Setelah perencanaan yang matang, akhirnya ditetapkan kami akan berangkat pada tgl 7 September 2013 dengan berjumlah 14 orang, terdiri dari 11 orang laki-laki dan 3 orang wanita. Dengan 7 buah sepeda motor, kami siap berangkat menuju cek poin 1 yaitu Pantai Soka, Tabanan.
Sebelumnya, mari kita berkenalan dengan peserta perjalanan ini.
Berdiri dari kiri ke kanan : Akin, Yefri, Yuda. Lukman, Firman, David, Niko, Arif, Eko, Mirza, Erry
Jongkok dari kiri ke kanan : Eva, Yuni, Hesti

Lokasi : Pos Bunder

7 September 2013
07.00 WITA - Meeting Point
Meeting point di Sudirman pukul 07.00 WITA. Satu per satu anggota tim mulai berdatangan.
Setelah mengecek personil dan peralatan, kami siap untuk berangkat.


08.00 WITA - Denpasar to Gilimanuk
Perjalanan dimulai dari kota Denpasar, melewati ramainya hiruk pikuk orang-orang yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing dan lalu lalang kendaraan yang melintas. Kemudian berlanjut melewati Kabupaten Tabanan dengan jalannya yang berkelok-kelok ditambah dengan truk dan bus besar yang kerap harus kita dahului.
Beberapa jam perjalanan yang lumayan membuat bokong panas, kita beristirahat dulu di Pantai Soka Tabanan, untuk mengecek personil sekalian nyemil-nyemil dan sekedar meluruskan kaki & badan.
Istirahat di Pantai Soka
Setelah cukup istirahat dan nyemil-nyemil, kita lanjutkan lagi menuju cek poin 2 yaitu Pelabuhan Gilimanuk.

10.00 WITA - Pantai Soka to Gilimanuk
Setelah melewati Kabupaten Negara yang didominasi hutan dan jalan yang sepi, akhirnya kami sampai di Pelabuhan Gilimanuk. Sebelum memasuki Kapal kami menjalani pemeriksaan SIM dan STNK, Alhamdulillah semua aman. Kemudian dengan membayar tiket senilai Rp19.000 per motor, kami masuk ke Kapal Ferry untuk menyeberang ke Pelabuhan Ketapang.

11.00 WITA - Gilimanuk to Ketapang
Penyeberangan dari Gilimanuk menuju Ketapang sebernarnya hanya membutuhkan waktu 30 menit, namun karena Kapal harus mengantri untuk docking, jadi total waktu yang dibutuhkan hampir 1,5 jam.

Mengisi waktu dengan bermain UNO

Cheese

12.30 WITA - Ketapang to Kota Banyuwangi
Keluar dari Kapal, kita langsung menuju alun-alun Kota Banyuwangi untuk mencari masjid dan makan siang. Akhirnya kita berhenti di Masjid Baiturrahmah. Kebetulan hari ini bertepatan dengan diadakannya Banyuwangi Etnik Festival (BEF) jadi jalanan agak macet. Festival ini adalah rangkaian kegiatan menyambut hari jadi Kota Banyuwangi (infonya bisa diliat disini). Setelah melaksanakan sholat, kami pergi ke depan alun-alun untuk mencari makan.


Makan siang dulu di alun-alun kota Banyuwangi
Di depan masjid BaiturRahmah Banyuwangi

Makan siang selesai, kita memutuskan untuk berangkat menuju Cek poin 3 yaitu Paltuding. Ternyata karnaval telah dimulai, jalanan penuh sesak. Antusias warga Banyuwangi yang ingin melihat pawai ini sangat luar biasa, dan banyak pula fotografer yang hunting foto saat event ini berlangsung. Mereka sampai naik ke lantai atas masjid untuk mendapatkan foto yang diinginkan. Karena pintu keluar masjid penuh oleh kendaraan dan kerumunan orang, terpaksa kita menunggu dulu sambil nonton karnaval.

Wow kakak wow
Keren cuy
Saat karnaval hampir usai, kami segera keluar dari areal masjid untuk menuju Paltuding. Untunglah takmir masjid mau membantu kita untuk keluar menuju jalan raya.

16.30 WITA - Kota Banyuwangi menuju Paltuding
Untuk menuju Paltuding, kita tinggal mengikuti arah jalan yang tertera. Sebelum ke Paltuding, kami mampir dulu di Indomaret untuk mengisi logistik.
Awalnya jalur yang dilewati sangat mudah. Ketika sudah mencapai desa Jambu, terdapat portal yang dijaga oleh orang-orang sana. Lewati saja secara biasa.
Kemudian jalur berubah menjadi semakin menanjak, untunglah semua motor dapat melewatinya, walaupun motornya Eko sempat mengalami overheat.
Jalur Jambu - Paltuding awalnya didominasi oleh perkebunan kopi penduduk setempat, kemudian setelah melewati shelter yang sudah lapuk, jalur didominasi oleh hutan tropis di sepanjang kanan dan kiri jalan.
Sebaiknya, berhati-hati melewati jalur ini, karena disamping jalurnya yang menanjak, di beberapa titik jalur ini juga rawan longsoran tebing-tebing di sisi kanan dan kiri jalan.
Berdasarkan patok jalan, jarak Desa Jambu ke Paltuding adalah 15km dan FYI, informasi dari teman, bagi yang membawa sepeda motor, untuk menuju Paltuding sebaiknya sebelum matahari terbenam. Karena disinyalir akan dicegat oleh pemuda-pemuda disana untuk menggunakan jasa guide mereka secara paksa, bila kita meluncur lebih dari jam 6 malam.

Biarkan mereka berfoto

Akhirnya mereka datang juga

18.00 WIB - Paltuding
Akhirnya kita sampai di basecamp Paltuding dengan selamat sentosa, menghantarkan rakyat ke depan pintu gerbang negara Republik Indonesia (haha, jadi ngelantur). Di Paltuding masing-masing dikenai biaya registrasi Rp9.000 sudah termasuk parkir sepeda motor. Saat sampai disini, suasananya ramai sekali, tidak mirip basecamp pendakian lainnya.
Sudah terdapat pondokan-pondokan, guest house, warung makan (jadi teringat Gn. Batur yang ada warung sampai di puncaknya)
Banyak terdapat mobil-mobil, bule-bule, dan remaja-remaja alay yang berpakaian bagai ke mall sambil menenteng gitar dan beberapa ada yang membawa minuman keras (cape deh, maksudnya apa coba?)


Karena si Eko merasa sakit perut, jadinya saya mengantarnya untuk mencari tempat buang air.
Awalnya kami mengira disana terdapat fasilitas untuk buang air, tapi ternyata stok air sudah lama tidak ada. Berdasarkan informasi, air mengalir dari desa terakhir hanya saat pagi saja. Kemudian kita bertanya pada bocah cilik penjaga parkir, kami diberitahu untuk menuju ke sebelah barat basecamp Paltuding sekitar 5 menit bila menggunakan sepeda motor. Disana terdapat sungai dimana orang-orang biasa buang air.
Di sungai ini banyak terdapat sampah-sampah berserakan. Dan sungai ini juga bukan sungai biasa, karena air yang mengalir disini mengandung belerang dengan konsentrasi tinggi, sampai-sampai warna airnya kehijauan padahal aliran air cukup deras. Berhati-hatilah menyentuh air bila anda sedang terluka, karena rasanya sangat perih T_T.

Sementara mereka berfoto ria, kita berdua entah berada dimana
Setelah Eko tuntas menunaikan hajatnya, kami segera kembali ke basecamp. Dilanjutkan dengan menunaikan sholat Magrib jamak Isya'. Kami pun bergegas mencari pondok yang bisa dijadikan tempat istirahat, karena semakin malam, semakin ramai saja orang-orang yang datang ke basecamp Paltuding.
Tempat istirahat pun kami dapatkan, tapi ada sekumpulan remaja labil yang menganggap basecamp ini adalah tempat konser. Sambil memainkan gitar dan bernyanyi-nyanyi mereka membuat suasana malam yang seharusnya hening menjadi hingar bingar (cape deh).
Acara makan malam pun kami mulai, dengan segelas mie instan dan minuman energi cukup membuat perut-perut kami berhenti bernyanyi mengikuti suara gitar tetangga sebelah (hohoho...).
Ternyata, keributan yang mereka buat dilanjutkan hingga sampai larut malam. Sampai-sampai, kita tidak bisa sekedar memejamkan mata untuk summit attack besok. Mendekati tengah malam barulah orkes melayu itu berhenti.

01.30 WIB - Summit Attack
Bangun dari tidur sambil ditendang-tendang Mirza. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB. Cuma dapat tidur-tidur ayam, gara-gara tetangga sebelah yang ngadain orkes melayu. Tapi apa boleh buat, waktunya summit attack.
Maunya sebelum summit attack, ngisi perut dengan energen dulu, tapi entah kenapa, teman-teman langsung aja angkat tas dan ngacir. Ikutan dah jadinya, ngacir juga.
Jalur pendakian dimulai dari jalur paving kemudian berganti dengan jalur tanah. Di sepanjang perjalanan sudah banyak terlihat orang-orang yang juga menuju kawah Ijen. Ada yang beristirahat karena lelah, ada juga yang menunggu temannya yang ketinggalan.
Jalur pendakian sebenarnya sangat mudah, jalur yang dilewati didominasi oleh tanah dengan kemiringan 15-30 derajat. Mungkin karena Kawah Ijen sudah menjadi objek wisata yang mendunia sehingga jalurnya menjadi sangat mudah seperti ini.
Di tengah perjalanan, salah satu kawan yaitu Eva mengalami sedikit masalah. Dia merasa sedikit pusing dan mual. Hipoksia sepertinya. Dengan istirahat sebentar dan bantuan dari teman-teman lain, akhirnya ia mampu melanjutkan perjalanan sampai di Kawah Ijen.

Hoy, temen kalian yang di kiri sakit tuh, koq malah foto-foto
1,5 jam berjalan kita sampai di pos/pondok Bunder. Mengapa disebut pos bunder? Saat pagi hari baru kita ketahui jawabannya. Disini terdapat banyak kerajinan-kerajinan tangan penambang belerang. Karena perjalanan masih setengah lagi, jadi kita hanya istirahat sebentar di pos ini.
Pos Bunder
Hampir 1 jam berjalan, jalur berganti menjadi sedikit berbatu, yang artinya kita sudah hampir sampai di atas kawah Ijen. Segera saja bau belerang yang menusuk tercium seiring dengan bertiupnya angin lembah.
Masker pun dipakai untuk mengurangi bau belerang yang menyengat.

04.00 WIB - Summit Kawah Ijen
Udara dingin (dalam fisika, dingin itu tidak ada, yang ada hanyalah kehilangan kalor, hehe..) mulai terasa di pinggiran Kawah. Dan api biru yang tersohor itupun mulai menampakkan eksistensinya.
Api biru di Kawah Ijen
Saat mendekati jalur untuk turun ke bawah menuju api biru, kami sempat diteriaki oleh orang yang mengaku penjaga. Sempat ragu untuk turun ke bawah, karena teman-teman juga tidak mau mengambil resiko untuk melanggar aturan.
Lazimnya kebanyakan orang sangka,
kegilaan orang-orang macam kita,
berjalan penuh peluh di ujung nyawa,
menuju titik penuh asa,
lalu turun kembali ke peraduan jua,
 ditengah gelapnya malam buta,
didalam bekunya udara,
dihempas riuhnya angin yang berirama,

"tiada ada guna"
itu kata mereka...
---
Mereka yang tidak pernah berani menapaki gunung,
selamanya hanya akan berada di gelapnya lembah


Hampir 15 menit kami berada di pinggiran kawah, sekedar untuk memastikan aman atau tidaknya kita turun. Melihat banyak lampu-lampu pendaki lain yang berada di bawah, kami putuskan untuk turun (nekat aja kali).
Cara pertama dengan mematikan headlamp, dan diam-diam bergegas untuk turun. Sial, penjaga menyorot kami dengan senternya, ditegur lagi deh.
Cara kedua pun dilancarkan, dengan sedikit spik-spik Iblis bersama 3 teman lainnya, kami memutuskan untuk memberi uang kepada penambang belerang yang kebetulan akan turun untuk mengambil belerang agar mau mengantar kami ke bawah. Beruntung, penambang itu mau dan kita segera kabur ke bawah mengikutinya.
Dari atas penjaga berteriak-teriak kepada kami, kami cuek aja. 4 orang yang berhasil turun menuju api biru adalah Saya, Eko, Lukman, dan Erry (maaf ya kawan-kawan yang lain, nikmati saja foto-foto kami nanti, hehe...).
Jalan turun ke bawah ini mengingatkan saya pada jalur menuju puncak Gn. Agung. Batu-batu terjal dan jurang menganga yang berada di sisi kanan sangat curam, ditambah dengan uap belerang yang lumayan mengganggu.
15 menit kita berjalan menuruni jalur ini, akhirnya kita sampai di tempat penambangan belerang tepat di samping api biru Kawah Ijen.
Setelah memberi bayaran, kita juga mendapatkan banyak kisah beliau dari hasil tanya jawab.
Beliau menceritakan tentang harga belerang yang mereka kumpulkan hanya seharga Rp700/kg, sedangkan dalam sekali angkut rata-rata mereka memanggul 70-80kg (bayangkan kawan 80kg, dipikul dari Kawah menuju Pos Penimbangan) dan maksimal mereka melakukan itu 2 kali sehari, dengan resiko yang amat tinggi ditambah mereka hanya bermodalkan obor untuk memecah gelapnya malam.
Beliau mempunyai tanggungan istri dan anak. Anaknya yang paling besar masih SMP, jadi bisa dibayangkan betapa sulitnya kehidupan mereka.

Sambil melihat kegiatan penambang belerang, kita sempatkan foto-foto dengan si Api Biru (bukan Rinnai Kompor Gas ya). Ternyata, setelah kita turun tadi banyak bule-bule yang menyusul turun disertai dengan guidenya. Kesimpulannya IMHO, kalau tidak memakai jasa guide orang sini, kita tidak diijinkan turun (cape deh...)


Api ini keluarnya dari mana ya?




Merasa cukup disini (cukup panas dan cukup menyesakkan pernapasan), kita memutuskan untuk kembali ke atas. Di tengah perjalanan, kami pun terpencar-pencar, Erry dan Lukman berjalan lebih dulu, lalu saya dan Eko secara kebetulan bertemu lagi dengan penambang yang kita ajak turun tadi. Kali ini beliau hendak kembali ke atas juga sambil memanggul belerang seberat 80 kg. Entah bagaimana beliau kelihatan lelah dan obor yang dibawa sebagai penerang juga telah padam.
Dengan baik hati, Eko memberikan headlampnya kepada beliau (ganteng kau, nak!).

Saat hidupmu terasa begitu menyesakkan dada,
Saat dimana kau ingin lari dari kenyataan dunia,
Cobalah tengok sejenak orang-orang di sekitarmu,
Lihatlah betapa beruntungnya dirimu,
---
Sementara orang-orang ini,
disini, di Kawah Ijen ini,

di tempat yang panas bagai neraka,
namun indah bagai surga

harus berjuang sampai kering keringatnya,
untuk sekedar merajut asa,

atau sekedar mencari rupiah demi masa depan anak-anaknya,
---
Lihatlah sekali lagi, betapa beruntungnya dirimu
Apakah kau masih merasa Tuhan tidak adil terhadapmu?

Akhirnya beliau kembali berjalan, dan beberapa menit kemudian beliau beristirahat lagi karena kelelahan. Kamipun pamit untuk berjalan duluan, karena kawan-kawan diatas sudah lama menunggu kami dan jam pun menunjukkan sudah waktunya sholat Subuh.
Sampai diatas, kami tidak melihat tanda-tanda kawan-kawan yang tidak ikut turun tadi. Karena mereka tidak terlihat, kita memutuskan untuk sholat dulu baru kemudian melanjutkan mencari mereka.

05.00 WIB - Puncak Ijen
Awalnya kami mencari mereka di puncak sebelah timur, karena menurut orang-orang di sebelah timur banyak orang berfoto-foto. Kami berempat pun menelusuri jalur ini. Banyak ada tenda-tenda yang berdiri disini. Memang jalur ini ramai dengan orang-orang baik domestik maupun internasional. Tapi, sampahnya yang ditinggalkan pun aduhai (padahal di sepanjang jalur disediakan tempat sampah)
Cukup lama kami berada disini, tapi tidak juga menemukan tanda-tanda keberadaan mereka. Akhirnya kita foto-foto aja disini. Disini kita juga sempat ngobrol-ngobrol dengan bule yang kebetulan minta difoto. Dia bercerita bahwa dia memiliki tour travel di Bali daerah Jimbaran gitu. Dan katanya dia akan memasukkan kawah Ijen sebagai jadwal tournya. Dan dia juga mengeluhkan bahwa, tour travel dari luar Banyuwangi tidak boleh masuk ke Jalur Jambu - Paltuding tanpa menggunakan kendaraan lokal atau menyewa jeep-jeep sini, karena nanti ban mobilnya akan dirobek.

ramainya bule-bule disini

Si bule yang minta difotoin
Karena sudah terlalu lama disini kita pun turun, memastikan apakah mereka ada di bawah. Ternyata memang mereka masih berada di bawah, dan tidak jauh dari tempat kita berempat sholat tadi.
(cape deh! pas dipanggil-panggil ga ada yang jawab).
Setelah berkumpul kita lanjut foto-foto lagi (ampun DJ...hahaha)

Bersatu kita teguh, bercerai kita masuk jurang
07.30 WIB - Kawah Ijen menuju Paltuding
Puas berfoto-foto, kita target langsung menuju basecamp Paltuding. Saat turun kita sempat memberikan obat merah pada penambang yang kepalanya terluka akibat terbentur kayu saat turun dari truk menuju Paltuding. Ada lagi hal-hal konyol yang kita temui, semakin mendekati siang semakin aneh-aneh dandanan orang-orang yang naik ke Kawah Ijen. Ada yang berdandan ala vokalis Vierra, ada yang berdandan ala penyanyi dangdut, dan banyak lagi lah (ngakak ampe guling-guling ngeliatnya sampai ga sempat foto penampakannya).
Sebelumnya kita istirahat sebentar di Pos/Pondok Bunder. Pos Bunder ini namanya diambil dari bentuk bangunannya yang elips khas peninggalan Belanda

Bukan boyband ya
Cukup istirahat, kita lanjutkan terus sampai di basecamp. Karena semakin siang semakin ramai yang naik sekaligus yang turun. Kita mulai bergegas, karena belum sarapan dan harus berada di Bali sebelum sore hari. Ngebut dikit bolehlah, sedikit lari-lari di jalur ini, hehe...



08.00 WIB - Paltuding menuju Kota Banyuwangi
Sampai di Paltuding, kita langsung masak-masak untuk sarapan. Walaupun hanya mie instan tapi lumayan untuk mengganjal perut yang keroncongan. Setelah merasa cukup makan dan istirahat, cek personil dan perlengkapan, kita langsung capcus menuju Kota Banyuwangi.
Kembali kita melewati jalur Paltuding - Desa Jambu yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Di tengah jalur banyak motor pengunjung yang tidak kuat naik, ada juga mini elf yang tergelincir masuk ke pinggir jalan.


11.00 WIB - Kota Banyuwangi
Sampai di Kota Banyuwangi kita kembali ke Masjid Baiturrahmah. Bersih-bersih kemudian mencari makan siang yang dilanjukan dengan sholat Dhuhur jamak Ashar. Sekali lagi, atas kebaikan hati penjaga masjid, kita sempat tidur-tiduran juga disini sekitar 30 menit.
Kita pun melanjutkan perjalanan kembali ke Bali.

13.00 WIB - Banyuwangi menuju Bali
Perjalanan dari Kota Banyuwangi menuju Ketapang sempat terjadi insiden, motor yang dikendarai Arif dan Yefri kena razia karena tidak menghidupkan lampu di siang hari. Untung aja dendanya sedikit. Setelah itu kita masuk dermaga tongkang, karena atas musyawarah kita, lebih baik dan cepat kita pakai tongkang.
FYI, tongkang itu emang cepet, tapi jalannya ugal-ugalan (greget banget dah).
Bersiap docking

16.00 WITA - Gilimanuk menuju Denpasar 
Sampai di Gilimanuk, insiden terjadi lagi. Si Yefri tidak bisa menunjukkan KTPnya (ga greget kali kau Yef), akhirnya dia bisa lolos dengan menunjukkan KTM mungkin.
Sore hari jalanan agak macet karena bus-bus malam dan truk-truk pengangkut barang mulai berkeliaran secara ugal-ugalan. Sedikit meliuk-liuk antara kepadatan lalu lintas, akhirnya kami tiba dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun di Denpasar pukul 19.30 WITA.

Ini bukanlah tentang tujuan perjalanan
Tapi tentang perjalanan itu sendiri
karena di setiap perjalanan ada kisah
dan tidak akan terulang saat kau inginkan
Hari ini yang kau lewati bersama kawan-kawan
Mungkin tidak bisa kau putar kembali
walaupun engkau membayarnya dengan harga tinggi


Cost Damage :
- BBM = Rp20.000 (berdua)
- Penyeberangan Ketapang = Rp19.000 (berdua)

- Makan Siang = Rp 12.000
- Belanja logistik = Rp 40.000
- Registrasi Paltuding = Rp9.000
- Fee guide untuk penambang = Rp25.000 (berempat)
- Cindera mata = Rp20.000 (berempat)

- Makan Siang = Rp. 16.000
- Penyeberangan Gilimanuk = Rp19.000 (berdua)
Total =  Rp129.000

Thanks to :
- Segala Puji bagi Allah SWT atas diberinya kemudahan perjalanan ini dari awal sampai akhir.
- Rasulullah SAW yg telah memberi suri tauladan yg baik.
- Kedua ortu yang telah mengizinkan melakukan perjalanan ini
- Temen2 yang selalu bisa membuat suasana ceria di perjalanan ini

Photos & Videos :- Akin
- Erry
- Hesti
- Yefri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar