"Back to basic - Manajemen Logistik"
West Java's Highest Summit
Gunung Ciremai
3.078 mdpl
6-7 Juni 2015
(bagian 1)
Gunung Ciremai
3.078 mdpl
6-7 Juni 2015
(bagian 1)
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Igir-igir Gn. Ciremai |
Prolog
Surat penugasan dinas untuk menghadiri rapat di Pusdiklat PLN, Ragunan, Jakarta tanggal 4-5 Juni seperti golden tiket bagi rencanaku untuk mengikuti ajakan pendakian bersama Gn. Ciremai tanggal 6-7 Juni dari teman-teman PHC (PLN Hiking Community).
Segera saja aku mengajukan cuti hari Senin untuk spare waktu dan Alhamdulillah di-acc oleh atasan. Trims yo bos.
Packing perlengkapan dan peralatan yang dibawa, saya pun berpamitan kepada orangtua untuk dinas sekaligus mendaki. Walaupun dilepas dengan senyum kecut, akhirnya ortu memberi restu juga. Sempat dibuat tersenyum simpul saat Ibu berpesan agar berhati-hati karena Gn. Ciremai terkenal angker.
Chapter 1 - Para ABIDIN nekat berkumpul
16.00 WIB - Ragunan, Jakarta Timur
16.00 WIB - Ragunan, Jakarta Timur
Setelah rapat usai, saya segera mengontak Eko untuk menuju ke kosannya yang berlokasi di daerah Cipete. Karena tidak hapal Jakarta, saya sempat berputar-putar dan naik turun metromini. Akhirnya saya memilih menggunakan taksi untuk menuju PLN Pusat agar bisa dijemput oleh Eko disana.
Perjalanan dari PLN Pusat menuju kosan Eko, kami sempat ditilang oleh Pak Pol karena saya tidak menggunakan helm (haha...., sudah gitu polisinya tidak memberikan solusi untuk meminjamkan helmnya agar sampai di tujuan).
18.00 WIB - Kos Eko, Jakarta
Sesampainya di kosan Eko, dilanjutkan dengan mandi, sholat, repacking dan membeli logistik yang diperlukan untuk segera menuju terminal Pulo Gadung sebagai tempat berkumpul. Kami harus berada disana pukul 22.00 WIB. Perjalanan dari blok M menuju Pulo Gadung terasa sangat lama karena macet. Di perjalanan kami bolak-balik dihubungi Bang Deni (pembuat ajakan pendakian ini). Untungnya saya tidak ditempatkan di Jakarta, mungkin bisa stress jika setiap hari melihat macet seperti ini.
22.00 WIB - Terminal Pulo Gadung, Jakarta
Saya dan Eko langsung menuju ke tempat Bang Deni dan kawan-kawan berkumpul. Ternyata, Bang Deni sudah mendapatkan bus untuk menuju Cirebon. Di dalam bus, saya berkenalan dengan kawan-kawan dari PHC. Adapun peserta pendakian yang berangkat dari Pulo Gadung adalah sebagai berikut :
1. Bang Deni
2. Pak Arief
3. Bang Abbas
4. Bang Bayu
5. Bang Dian
6. Bang Elvin
7. Bang Rifai
8. Bhaskara
9. Ario
10. Teguh
11. Subhan
12. Hendi
13. Adiknya Hendi (Aldi)
14. Zein
15. Fajar
16. Eko
17. Saya sendiri
Sementara 8 orang lain yaitu : Bang Fetri, Bang Yuzon, Mbak Nurul, Bang Hilman, Bang Deni Irawan, Mbak Putri, Bang Yoga, dan satu lagi saya lupa, akan berangkat dari Kramat Jati.
Sejenak bercakap-cakap dengan kawan-kawan baru ini, ternyata kebanyakan dari mereka juga ikut mendaki karena ada dinas ke Jakarta. "Maklumlah, kita kan para ABIDIN" kata Pak Arif, yang diambil dari akronim "Atas Biaya Dinas", hehe... ada-ada saja.
Melihat bus yang tidak beranjak alias ngetem, beberapa dari kami keluar untuk mencari makan. 30 menit kemudian barulah bus ini berangkat menuju Kuningan, Cirebon, Jawa Barat. Bus yang kami naiki adalah PO Luragung yang terkenal dengan "kelihaiannya" meliuk-liuk di Jalan Pantura. Karena sangat mengantuk, saya tidak memperhatikan apa yang terjadi, yang jelas saya sempat mendengar para penumpang berteriak-teriak ketakutan akibat ulah sopir yang sering hampir menyerempet kendaraan lain dari arah berlawanan. Adzan berkumandang, saya menunaikan sholat dalam posisi duduk di kursi bus.
05.00 WIB - Kuningan, Cirebon
Mentari hangat menyambut kami di pertigaan Linggajati-Kuningan. Terlihat jelas di depan kami, Gunung Ciremai yang diselimuti awan putih berbentuk jamur di puncaknya. Badai hebat mungkin sedang terjadi disana, gumamku kepada Eko.
Beberapa saat kemudian, kami dijemput oleh kawan-kawan Bang Deni menuju pos pendakian Palutungan.
Chapter 2 - Tim Turbo vs Tim Enjoy
06.00 WIB - Palutungan
Istirahat, repacking, MCK, dan registrasi di pos pendakian. Sebelumnya Bang Deni menjelaskan mengenai pendakian ini. Kita berencana akan melintasi 2 jalur yang berbeda, yaitu naik via jalur Palutungan dan turun via jalur Linggajati. Mengingat trek yang lumayan berat, jadi segala sesuatu harus benar-benar dipersiapkan dengan matang, terutama masalah logistik dan fisik. Masing-masing personil diwajibkan membawa 4 liter air.
Dengan Rp50.000/orang sebagai mahar biaya registrasi untuk pendakian Gn. Ciremai dengan ketentuan semua pendaki diharuskan membawa sampahnya kembali. Disamping itu kami juga mendapat jamuan dari warga sekitar dan bekal makan siang. Keren sekali sistemnya.
Kami mulai pendakian dari pos Palutungan setelah briefing dan bertemu tim PHC lainnya.
info jalur pendakian Gn. Ciremai via Palutungan |
briefing sebelum melakukan pendakian oleh petugas TNGC |
09.30 WIB - Pos Palutungan > Cigowong
Trek didominasi ladang warga diawal jalur, kemudian berubah menjadi jalan setapak tanah yang cukup lebar. Masih landai dan banyak simpangan yang bisa menyesatkan.
Salah seorang kawan memutuskan kembali ke pos pendakian karena merasa tidak kuat melanjutkan perjalanan. Tim yang besar ini pun terpecah menjadi 2, 1 tim berisi anak-anak muda enerjik dengan kecepatan penuh, dan 1 tim lagi berisi pemuda-pemuda penuh semangat menikmati alam (alibi) yang berjalan dengan gontai tak terarah, keringat bercampur debu jalanan (duh lebay). Dan saya termasuk di tim 2, hehehe.
Beberapa jam kemudian kami tiba di pos 1 Cigowong.
12.20 WIB - Cigowong > Kuta
Cigowong adalah satu-satunya sumber air melimpah yang dapat ditemui di jalur Palutungan. Berupa sungai yang mengalir dan tanah lapang beserta shelternya. Pos ini dilengkapi fasilitas shelter dan toilet umum.
Ishoma sejenak disini dan sesi dokumentasi dengan pendaki-pendaki lainnya. Perjalanan pun dilanjutkan.
14.00 WIB - Kuta > Peguyangan Badak
Di pos ini, kami cuma beristirahat sebentar untuk mengambil nafas sambil mengambil dokumentasi, dari sini tanjakan sudah mulai terjal.
15.00 WIB - Peguyangan Badak > Arban
Pos Peguyangan Badak cukup luas untuk beberapa tenda. Berhenti sejenak kemudian lanjut berjalana kembali.
Pos Peguyangan Badak cukup luas untuk beberapa tenda. Berhenti sejenak kemudian lanjut berjalana kembali.
16.00 WIB - Arban > Tanjakan Asoy
Sama seperti sebelumnya, disini kami cuma berhenti sebentar dan kembali melanjutkan perjalanan
17.00 WIB - Tanjakan Asoy > Pesanggrahan
Sampai sekarang saya belum mengerti kenapa disebut pos Tanjakan Asoy, karena menurut saya tanjakannya masih terlihat normal dan tidak terlalu sulit.
Dari pos ini kami mulai terpisah jauh dengan tim turbo, sampai akhirnya di tengah perjalanan kami memutuskan ngopi-ngopi sebentar sembari menunggu reda hujan yang tiba-tiba turun. Disini kami mulai sadar, tim turbo sama sekali tidak membawa alat masak dan kami tidak tahu sudah sampai dimana mereka. Akhirnya diputuskan setelah hujan reda kami harus cepat menyusul mereka.
Sesaat tiba waktu sholat magrib, di kala hujan sudah berhenti, tiba-tiba saja saya mendengar suara seorang wanita yang minta tolong dengan sayup-sayup.
Aneh, walaupun pernah beberapa kali mengalami kejadian seperti ini, tetap saja saya penasaran.
Spontan saya bertanya kepada Bang Deni, "Bang, denger suara perempuan minta tolong ga?". "Kagak ada, udah ga usah diperdulikan. Diem aja", Bang Deni menjawab dengan tegas.
Saya pun menurut dan kembali melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya.
to be continued...
Chapter 3 - Ketika gunung tidak bersahabat
Sama seperti sebelumnya, disini kami cuma berhenti sebentar dan kembali melanjutkan perjalanan
tanjakan menuju pos Arban |
Sampai sekarang saya belum mengerti kenapa disebut pos Tanjakan Asoy, karena menurut saya tanjakannya masih terlihat normal dan tidak terlalu sulit.
Pos Tanjakan Asoy |
Sesaat tiba waktu sholat magrib, di kala hujan sudah berhenti, tiba-tiba saja saya mendengar suara seorang wanita yang minta tolong dengan sayup-sayup.
Aneh, walaupun pernah beberapa kali mengalami kejadian seperti ini, tetap saja saya penasaran.
Spontan saya bertanya kepada Bang Deni, "Bang, denger suara perempuan minta tolong ga?". "Kagak ada, udah ga usah diperdulikan. Diem aja", Bang Deni menjawab dengan tegas.
Saya pun menurut dan kembali melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya.
"Keberanian dan ketakutan itu terpisahkan tipis oleh hubungan kita pada Sang Kholiq, kau akan merasa berani jika berada pada posisi ketaatan yang mantap, sebaliknya, kau akan merasa cemas dan khawatir saat kau berada di posisi lebih banyak ingkar kepada nikmat-Nya"
to be continued...
Chapter 3 - Ketika gunung tidak bersahabat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar